TUGAS MAKALAH
TENTANG RUMAH ADAT TRADISIONAL SASAK
NAMA :
M. Ilham Wahyudi
KELAS : IX A
NO.ABSEN : 30
DAFTAR ISI
Halaman judul……………………………………………………………………………………… 1
Daftar
isi………………………………………………………………………………………………. 2
Kata
pengantar……………………………………………………………………………………. 3
Pembahasan materi……………………………………………………………………………. 4
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………. 12
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Teknik
penyusunan makalah ini dibuat ringkas, padat dan mudah dipahami karena
dilengkapi gambar serta penjelasan yang rinci.
Fungsi makalah ini dibuat
supaya kita mengenal dan mengetahui rumah adat tradisional di daerah kita,
yaitu sasak secara terperinci dan meyeluruh, mulai dari bahan pembuatannya,
bagian-bagiannya, fungsinya serta bentuk/gambarnya.
Disisi lain, saya
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, meskipun saya telah berusaha
menyusunnya sebaik mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat bermanfaat
untuk perbaikan makalah ini. Akhirnya, saya berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Selamat membaca!!!!!!
16 September, 2015
Penulis
Rumah Adat Suku Sasak Lombok ( NTB )
Pulau
Lombok merupakan sebuah pulau yang terletak di Provinsi
Nusa Tenggara Barat yang terpisahkan oleh Selat Lombok yang berada di sebelah
barat Pulau Lombok dan Selat Alas di sebelah timur dari Pulau Lombok.
Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku
mayoritas di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sebagai penduduk asli, suku Sasak
mempunyai sistem budaya. Salah satu bentuk dari kebudayaan Sasak adalah bentuk
bangunan rumah adatnya.
Di
Pulau Lombok sendiri, masih banyak terdapat desa yang menggunakan
rumah-rumah adat khas Pulau Lombok.Di antaranya adalah Desa Prigi kecamatan
Suwela Lombok Timur, Desa Rmabitan kecamatan Pujut Lombok Tengah, dan Desa
Sukadana kecamatan Banyan Lombok Utara
Gambar di atas merupakan salah satu contoh rumah
tradisioanal suku sasak yang ada di Pulau Lombok. Rumah tradisional suku sasak
dibangun dari bahan anyaman bambu dan beberapa pilar yang terbuat dari bambu
yang berguna sebagai tiang penyangga rumah. Rumah tradisional suku sasak
memiliki atap yang berbentuk gunungan yang terlihat menukik ke bawah dan
terbuat dari alang-alang yang kemudian disusun dan diikat dengan tali.Sedangkan
untuk lantai rumah, Suku Sasak memanfaatkan tanah yang dicampur dengan batu
bata, getah kayu pohon,serta abu jerami. Masyarakat Suku Sasak seringkali mengolesi
lantai rumahnya dengan kotoran sapi atau kerbau yang telah dihaluskan dan
kemudian dibakar, sehingga menurut Suku Sasak mengolesi lantai rumah dengan
kotoran sapi atau kerbau dapat menjaga lantai agar tidak mudah lembab dan retak.
Sebelum kita masuk ke dalam rumah Suku Sasak
kita sering menemukan 3 anak tangga yang merupakan simbol, bahwa di dalam
rumah terdiri dari ayah,ibu,anak. Menapaki tiga buah anak tangga itu menjadi
simbol, kalau setiap manusia yang hidup di dunia selalu menjalani tiga alur
kehidupan yaitu lahir,berkembang,serta meninggal dunia.
1)
Bentuk,
Fungsi dan Makna Rumah Sasak
Bagi
masyarakat Sasak tradisional, rumah bukan sekadar tempat hunian yang
multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya,
baik arsitektur maupun tata ruangnya.
Rumah
adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah
dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus)
terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu
berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan
bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa
tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang
disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Ruangan
bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan
peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi
atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan
pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu
dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan
kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga),
digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal
lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola
pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan
kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata
untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena
konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti
menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.
Bentuk
rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem
(abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain
tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan
sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam
sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah.
Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur
(istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang
dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan
lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga
guna menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di
Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan
tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.
Konstruksi
rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak
tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir,
berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau
berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas).
Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah
orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu
berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak
dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
Rumah
yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu
menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara
fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan
mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui
shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau
berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus
merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi
membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud
penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.
Kemudian
lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab
stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu,
misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh
dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti
mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak
tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota
keluarga meninggal.
Berugak
yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang
diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga
menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan
pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di
sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit.
Sejak
proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan.
Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi
penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar
pintu rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan
secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan
rumah.
Dalam
masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi)
secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung
dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya
ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan,
arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya.
Perubahan
pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya
faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan
topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat.
Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya
tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai
filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.
Lombok
Traditional House with Ann Dunhan (Hawaii University)
2)
Kosmologi:
Ruang dan Waktu
Untuk
memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige
yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang
mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak
membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini
bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga
dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah
pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang
yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan)
untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan
ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung
mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan
sebagainya.
Selain
persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam
menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang
tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya,
mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat
pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur
gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan
ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar
konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Sementara
material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayu
penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang
digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran
untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami,
digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.
3)
Pranata
dan Ragam Rumah Suku Sasak
Bangunan
rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya
adalah: Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter,
Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk.
Nama
bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.
a.
Bale Tani
Bale
Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang
berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari satu
ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang untuk kamar (dalem bale).
Walaupun dalem bale merupakan ruangan untuk tempat tidur, tetapi kamar tersebut
tidak digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale digunakan sebagai tempat
menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau tempat tidur anak
perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi. Untuk
keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus yang disebut
pawon.
Pondasi
bale tani terbuat dari tanah, desain atapnya dengan sistem jurai yang terbuat
dari alang-alang di mana ujung atap bagian serambi (sesangkok) sangat rendah,
tingginya sekitar kening orang dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian
dalem bale terbuat dari bedek, sedangkan pada sesangkok tidak menggunakan
dinding. Posisi dalem bale lebih tinggi dari pada sesangkok oleh karena itu
untuk masuk dalem bale dibuatkan tangga (undak-undak) yang biasanya dibuat tiga
trap dengan pintu yang dinamakan lawang kuri.
b.
Bale Jajar
Bale
jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah ke
atas. Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah
jumlah dalem balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dan satu
serambi (sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari
sesangkok menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut
tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada sepertiga dari panjang
bangunan bale jajar.
Bahan
yang dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan
alang-alang untuk membuat atap. Penggunaan alang-alang saat ini, sudah mulai
diganti dengan menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang dan
ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang luas
dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat
penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan bale
jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan
pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan sekenam,
bangunan seperti berugaq dengan tiang berjumlah enam.
c.
Berugaq / Sekepat
Berugaq/sekepat
mempunyai bentuk bujur sangkar tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu,
bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat
di depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani. Berugaq/sekepat ini
didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian didirikan
tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau
bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 40-50 cm
di atas permukaan tanah.
Fungsi
dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu, karena
menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah.
Berugaq/sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima
pemuda yang datang midang (melamar).
d.
Sekenam
Sekenam
bentuknya sama dengan berugaq/sekepat, hanya saja sekenam mempunyai mempunyai
tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya
digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman
nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
e.
Bale Bonter
Bale
bonter merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh para
perkanggo/pejabat desa, dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di
tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale
bonter dipergunakan sebagai temopat pesangkepan/persidangan adat, seperti
tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat dan sebagainya.
Bale
bonter juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat menyimpanan benda-benda
bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur
sangkar, memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah.
Bangunan ini dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti
aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya menggunakan
tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.
f.
Bale Beleq Bencingah
Bale
beleq adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale beleq
diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga
disebut “Bencingah.” Adapun upacara kerajaan yang biasa dilakukan di bale beleq
diantaranya adalah:
- Pelantikan pejabat kerajaan
- Penobatan Putra Mahkota Kerajaan
- Pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (Pendita) Kerajaan
- Sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka Kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen-dokumen Kerajaan
g.
Bale Tajuk
Bale
tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang
memiliki keluarga besar. Bale
tajuk
berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah lima buah dan biasanya berada di
tengah lingkungan keluarga Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat
pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan
dan tata krama.
h.
Bale Gunung Rate dan Bale Balaq
Selain
jenis bangunan yang telah disebut di atas, jenis bangunan lain dibangun
berdasarkan kondisi-kondisi khusus, seperti bale gunung rate dan bale balaq. Bale
gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng
pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari
bencana banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

Rumah Tradisional Dan Lumbung Padi
Rumah tradisional Suku Sasak terbuat dari anyaman bambu dan beberapa pilar
bambu sebagai tiang penyangga rumah. Rumah Sasak memiliki atap berbentuk
gunungan yang terlihat menukik ke bawah dan terbuat dari alang-alang atau
jerami. Suku Sasak memanfaatkan tanah yang dicampur dengan batu bata, getah
pohon kayu serta abu jerami untuk dibuat sebagai lantai rumah. Seringkali
masyarakat suku Sasak mengolesi lantai rumah dengan kotoran sapi atau kerbau
yang telah dihaluskan dan dibakar. Menurut mereka, campuran kotoran sapi atau kerbau
ini diyakini dapat menjaga lantai agar tidak mudah lembab dan retak.

Suku
Sasak Pulau Lombok Bagian
Dalam Rumah

Lumbung Padi
Rumah adat suku sasak
KESIMPULAN
Jika diperhatikan, pembangunan rumah adat Suku Sasak sebenarnya mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan itu berkembang dan berlanjut secara turun-temurun.
Atap rumah tradisional Sasak didesain sangat rendah dengan pintu berukuran kecil, bertujuan agar tamu yang datang harus merunduk. Sikap merunduk merupakan sikap saling hormat menghormati dan saling menghargai antara tamu dengan tuan rumah.
Arah dan ukuran yang sama rumah adar Suku Sasak menunjukkan bahwa masyarakat hidup harmonis. Sedangkan undak-undakan (tangga) tingkat tiga mempunyai pesan bahwa tingkat ketakwaan ilmu pengetahuan dan kekayaan tiap manusia tidak akan sama. Diharapkan semua manusia menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, karena semuanya merupakan rahmat Tuhan.
Jadi, rumah merupakan ekspresi pemikiran paling nyata seorang individu atau kelompok dalam mengejwantahkan hubungan dengan sesama manusia (komunitas atau masyarakat), alam dan dengan Tuhan (keyakinan), seperti halnya konsep yang ada pada pembangunan rumah adat masyarakat Sasak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar